Sabtu, 06 Desember 2014

Apakah “Dia” Termasuk Keluarga Saya? (2 Tim. 1:16-18)

Teringat ketika masih kanak-kanak ada budaya saling memberi ‘berkat’ kepada tetangga atau keluarga ketika menjelang natal dan tahun baru. Berkat itu bisa berupa makanan ataupun kudapan yang dikemas dalam sebuah besek (Jawa). Besek tersebut tentunya unik, sebab terbuat dari anyaman bambu. Terkadang tradisi demikian masih dapat dijumpai di daerah pedesaan. Tradisi tersebut memiliki tujuan sederhana, yakni untuk mempertahankan rasa kekeluargaan dalam masyarakat. Memang bila kita cermati, keberadaan teknologi sekarang ini membantu kita untuk menyampaikan ucapan secara cepat tanpa harus bertemu. Kendati demikian sebagai orang-orang percaya, baiklah kita menunjukkan kasih persaudaraan kepada siapapun tanpa memandang strata ataupun suku. Namun bila memungkinkan, baiklah kita juga menyatakan kasih persaudaraan dalam salam, peluk dan suguhan
Sebagaimana diperbuat oleh sebuah keluarga di kota Roma. Kepala keluarganya bernama Onesiforus. Bersama keluarganya, Onesiforus mengunjungi rasul Paulus dalam penjara kerajaan Roma. Pada waktu itu, keadaan rasul Paulus begitu menyedihkan, tangan dan kakinya terikat oleh rantai besi (chain/handcuffs). Oleh karena kasih persaudaraan yang nyata, maka Onesiforus sekeluarga berkunjung ke penjara tanpa rasa malu. Sehingga rasul Paulus merasakan kegembiraan dalam hatinya (ay. 16). Bahkan lebih dari pada itu, Onesiforus sekeluarga dengan gigih berusaha untuk dapat menemui rasul Paulus. Diketahui bersama bahwa, untuk menemui seorang tawanan yang dibelenggu dengan rantai bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan. Namun Onesiforus bersedia menyelesaikan semua penghalang, dan akhirnya dapat memberikan penyegaran hati kepada rasul Paulus (ay.17).  Bahkan Paulus sendiri menceritakan bahwa Onesiforus termasuk salah seorang yang turut giat dalam pelayanan sosial (ay.18). demikianlah keberadaan keluarga Onesiforus. Meski rasul Paulus tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Onesiforus. Namun, Onesiforus tetap menyatakan kasih persaudaraannya kepada rasul Paulus dan rekan-rekan sepelayanan yang lain.

Dalam tulisan yang awalnya ditujukan kepada Timotius ini, ada pengajaran berharga yang dapat diterapkan dalam kehidupan kita. Bahwa ketika terdengar ada seseorang yang mengalami kelemahan, baiklah kita datang berkunjung sebagai saudara untuk menyatakan kasih kita. Mungkin kita dapat memberikan buah tangan, atau salam kehangatan, atau bahkan hanya doa. Tentunya untuk menunjukkan kasih persaudaraan bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Mungkin ada salah seorang yang bersalah kepada kita, atau bahkan ada yang tersakiti oleh kita. Namun, mari kita selesaikan semua penghalang itu. Mari kita kalahkan kejahatan dengan kebaikan (Rom. 12:21). Marilah kita seperti Onesiforus, yang menunjukkan kasih persaudaraan kepada orang yang bukan termasuk keluarga, dengan sebuah pernyataan bahwa ‘Dia’ termasuk keluarga saya.

Say No to Divorce !

If we pay attention to the divorce statistics in Indonesia, we may be interested in the facts. According to data from the Director General o...