Seiring dengan kesukaran ataupun masalah yang
menghimpit kehidupan, sudah sewajarnya bila seseorang meratap atau menangis.
Namun ada seorang nabi, yang ketika meratap justru menuliskan ratapannya itu
melalui sebuah syair puitis. Nabi tersebut bernama Yeremia. Ia menuliskan
ratapannya karena bangsa Israel jatuh ke tangan bangsa Babel pada tahun 586 SM.
Nabi yang meratap tersebut mengalami pula ketidak-adilan, meskipun tidak
bersalah terhadap siapapun Yeremia ikut mengalami penderitaan. Tangannya
bergelang rantai besar yang mengikat. Kakinya tidak bebas berjalan, karena
beban besi diikatkan pada kaki. Yeremia bukan hanya menjadi saksi tumbangnya
Israel, tetapi ia juga turut mengalami kebengisan tentara Babel. Apabila
direnungkan barang sejenak, ketika membaca kitab Ratapan maka didapati sebuah
pelajaran berharga. Sebagaimana dapat diketahui bahwa yang ditulis oleh Yeremia
bukan hanya sebuah ratapan tetapi lebih dari pada itu. Ia meuliskan sebuah
ratapan yang disertai oleh keyakinan akan janji Tuhan. Oleh karena itu, setiap
pembaca kitab Ratapan pada waktu itu mendapatkan penghiburan dan kekuatan
secara luar biasa. Demikian pula kita yang hidup pada masa post-modern sekarang
ini, akan menerima ‘berkat’ rohani bila merenungkan kitab Ratapan.
Salah satu ayat dalam kitab Ratapan 3:22-23,
menyatakan secara jelas keyakinan Yeremia terhadap janji TUHAN. Bahwa pada dasarnya kasih TUHAN bersifat
kekal abadi. Ada satu kata yang menerangkan akan kasih Allah yakni, khesed yang berarti kebaikan yang
dilakukan untuk mendatangkan kebahagiaan dan keuntungan. Adapun jangka waktu khesed TUHAN adalah kekal abadi. Oleh karena itu, rancangan TUHAN
adalah rancangan yang mendatangkan kebaikan dan damai sejahtera bagi setiap
orang yang mengasihi-Nya (Roma 8:28). Pada ayat 23, arti dari kesetiaan TUHAN
juga dibarengi dengan ungkapan “besar kesetiaan-Mu”. Maksud dari besar
kesetiaan-Mu bukanlah tentang ukuran, tetapi tentang sifatnyat. Bahwa kesetiaan
(emuwnah) TUHAN itu bersifat tegas,
teguh, dan langgeng. Dengan demikian
dapat diketahui bersama, bahwa kasih setia TUHAN ialah karya TUHAN yang
mendatangkan kebaikan ataupun keuntungan bagi setiap pribadi yang
mengasihi-Nya. Serta yang lebih penting dari pada itu semua adalah kenyataan
bahwa TUHAN menyatakan kesetiaan-Nya dengan tegas, teguh dan langgeng. Oleh karena TUHAN penuh dengan
kasih setia, bukan berarti kita berhak untuk sebebas-bebasnya berkubang dalam
dosa. Justru sebaliknya, kehidupan kita hendaknya menyatakan kasih kepada
TUHAN. Kasih itu dapat kita wujudkan dengan menjaga kekudusan hidup, dan menunjukkan
kasih terhadap sesama.
Seperti tahun-tahun yang lalu, setiap bulan
Februari dianggap sebagai bulan perayaan penyataan cinta oleh sebagian
masyarakat. Perayaan tersebut lebih dikenal dengan sebutan hari ‘Valentine’.
Tentu dalam hal merayakan dan menyatakan cinta, semua orang berhak
melakukannya. Namun demikian, perayaan dan penyataan cinta tersebut hendaknya
tetap mencerminkan kekudusan dan kasih TUHAN. Sehingga setiap orang tidak hidup
dengan sembarangan. Satu hal yang menarik adalah bahwa bulan Februari menjadi
momen yang tepat untuk setiap orang menyatakan kasih dalam keluarganya. Tentu
saja dalam mengungkapkan kasih itu dapat dilakukan dengan cara melakukan
sesuatu yang mendatangkan kebahagiaan dan keuntungan dalam kekudusan. Usia
bukanlah halangan bagi setiap pribadi untuk mengungkapkan kasih. “Isi dompet”
juga bukan halangan bagi seseorang untuk menyatakan kasih bagi keluarganya.
Oleh karena itu, marilah bersama-sama kita menyatakan kasih kepada keluarga
kita dengan kasih abadi. Sebagaimana kasih TUHAN itu kekal abadi.