Membaca
Efesus pasal 4, mungkin akan membuat kita tertegun sejenak. Seorang rasul, yang
telah mengalami hambatan bahkan penderitaan hasil kekejaman tentara dalam
penjara, masih peduli untuk menggembalakan jemaat di Efesus melalui suratnya.
Bagaimana pun, setiap orang akan mengalami kesulitan dalam menulis surat yang
bernilai kekal dari dalam penjara yang kejam. Namun, oleh pertolongan Roh Kudus
rasul Paulus dimampukan untuk menuliskan sesuatu yang membangun bagi jemaat di
Efesus.
Bukannya merasa malu, tetapi justru
tersirat kebanggaan dan kedamaian hati ketika rasul Paulus menulis bahwa:
‘...Aku sebagai seorang tahanan, karena melayani TUHAN...’. Pernyataan
tersebut, juga memberikan motivasi kepada jemaat Efesus supaya tidak perlu
patah semangat jika mengalami penderitaan oleh karena kesediaan melayani TUHAN.
Tantangan itu muncul bisa dari kita pribadi, bisa juga dari luar diri kita.
Namun pertanyaannya, bisakah kita menjadi pribadi yang bangga dan damai ketika
mengalami tantangan karena kesediaan melayani TUHAN? Tentu saja kita bisa, jika
percaya akan firman Tuhan yang menyatakan bahwa: “Ingat, Aku sudah memerintahkan kepadamu supaya
engkau sungguh-sungguh yakin dan berani! Janganlah engkau takut atau kurang
bersemangat, sebab Aku TUHAN Allahmu mendampingi engkau ke mana saja engkau
pergi." (Yosua 1:9). Dengan demikian keyakinan kepada firman
Tuhan, merupakan kunci kebanggaan dan kedamaian hati ketika melayani Tuhan.
Selanjutnya, rasul Paulus menyatakan
dengan sungguh-sungguh serta menasihatkan kepada jemaat Efesus supaya hidup
berpadanan dengan panggilan Tuhan. Maksudnya ialah supaya jemaat Efesus
menjalani kehidupan sesuai dengan kedudukan yang telah dianugerahkan oleh
Allah. Secara jelas, Alkitab memberitahukan kepada kita bahwa kita yang percaya
kepada TUHAN Yesus dengan sungguh-sungguh adalah anak-anak Allah (Yohanes
1:12). Kedudukan yang demikian, merupakan kedudukan yang terhormat. Sehingga dalam pasal empat, rasul Paulus
memberikan penekanan supaya menggenapi etika sebagai pribadi Kristen (4:2-32).
Sebab, bukanlah sesuatu yang pantas bila seorang Kristen tidak hidup dalam
etika Kristen. Jadi secara sederhananya, sebagai orang Kristen –pribadi yang
berkedudukan sebagai anak-anak Allah – kita hendaknya hidup dalam etika
Kristen.
Mungkin ada yang
berpendapat bahwa terlalu banyak tantangan dan kesulitan untuk menjalani
kehidupan sesuai kedudukan sebagai anak-anak Allah. Ya, bagi seorang yang lahir
bukan dari Allah pasti akan merasa kesulitan dan menyerah sehingga tidak hidup seturut etika Kristen yang rasul
Paulus telah kemukakan. Namun demikian, bagi pribadi-pribadi yang lahir dari
Allah bukan berarti tidak ada kesulitan. Bagi orang-orang yang lahir dari
Allah, ia akan terus bertumbuh ke arah Kristus (4:16). Ia mungkin pernah salah
dan berbuat dosa, tetapi ia akan bangkit kembali serta memperbaiki hidupnya (4:20-24),
sehingga ia terus berjuang mempertahankan predikat atau kedudukannya sebagai
anak-anak Allah. Tidak menyerah, dan tidak akan pernah lelah (Yesaya 40:29).
Melalui renungan ini, mari kita ingat kedudukan kita sebagai anak-anak Allah
dan hiduplah sesuai dengan kedudukan kita.