Dalam kalender gerejawi, minggu ini disebut ‘minggu palem’. Dalam tradisi
peringatan minggu palem, Tuhan Yesus digambarkan sebagai Raja Agung yang
berkuasa atas bumi maupun sorga. Tradisi minggu palem ini mengangkat sebuah
peristiwa ketika Tuhan Yesus naik keledai untuk memasuki kota Yerusalem. Dimana
banyak orang mengarak dengan sorak-sorai dan sukacita tarian. Bahkan dalam
iring-iringan besar tersebut ada orang-orang bersedia melepaskan jubah, serta
menaruhnya dijalan yang dilewati Tuhan. Tujuannya ialah sebagai ganti permadani
penyambutan raja. Menariknya lagi, dalam peristiwa iring-iringan tersebut ada juga
daun-daun palem bertebaran sepanjang jalan (Yoh. 12:12-13). Apa maksud
pemakaian daun-daun palem dalam peristiwa penyambutan Tuhan Yesus tersebut? Dalam
tradisi Yahudi, daun palem adalah simbol kemenangan. Apabila dipahami dari
sudut pandang kitab Wahyu, maka jelaslah bahwa penggunaan daun palem
melambangkan kemenangan atas dosa dan kematian kekal (Wahyu 6:9-11; 7:9-17).
Beberapa gereja ada yang mengadopsi perayaan minggu
palem dan menempatkannya dalam liturgi gerejawi. Hal tersebut dilakukan sebagai
pembuka pekan suci dari peristiwa kematian, kebangkitan dan terangkatnya Tuhan
Yesus ke Sorga. Lebih dalam lagi, bukan berarti kita mengesampingkan peran
perayaan minggu palem di sini, namun yang terpenting adalah sikap hati kita
dalam menyambut Tuhan Yesus.
Melalui pembelajaran tentang peristiwa penyambutan
Tuhan Yesus dalam gegap gempita, dari Betfage menuju kota Yerusalem yang
ditulis oleh Matius. Akan kita dapatkan paling tidak tiga kriteria hati yang
menyambut Tuhan Yesus sebagai Raja, yakni:
1.
Hati yang
menghamba kepada Tuhan
Mari kita perhatikan ayat 1
sampai 4. Setibanya Tuhan Yesus bersama para murid di Betfage, Ia memerintahkan
dua orang murid-Nya untuk mengambil keledai di sebuah kampung. Dua murid ini
tahu, bahwa keledai yang akan diambil bukanlah milik mereka. Oleh karena dua
murid ini memiliki hati yang menghamba kepada Tuhan Yesus, maka mereka berdua
melakukan saja sesuai perintah Tuhan. Bahkan tanpa banyak bertanya balik kepada
Tuhan Yesus. Para murid
hanya tahu, bahwa mereka adalah pribadi yang menghamba kepada Tuhan Yesus.
Maka, mereka melakukan apa yang Tuhan Yesus perintahkan.
Sekarang, mari kita perhatikan keadaan kita. Hari-hari ini,
seluruh Indonesia, terutama kota Semarang, sedang berjuang untuk mencegah
penyebaran virus Covid-19. Kita tahu, bahwa berbagai upaya pemerintah telah
dilakukan untuk mencegah penyebaran wabah ini. Termasuk di dalamnya kita
diminta untuk melaksanakan social
distancing, menjaga kesehatan badan maupun lingkungan rumah, bahkan
beribadah di rumah. Namun demikian, janganlah kita patah semangat ataupun terlena
dengan keadaan ini. Iman-percaya kita harus tetap teguh kepada Tuhan Yesus. Kualitas
menghambanya kita kepada Tuhan harus seperti emas. Semakin dibakar dalam api
pergumulan, maka menjadi semakin murni dan tinggi kualitasnya. Meskipun wabah
covid-19 memaksa kita untuk beribadah dirumah, namun ketaatan kita harus tetap
tangguh. Meskipun harus di rumah, tetaplah beribadah-berdoa bersekutu bersama
keluarga. Jangan sampai masalah keluarga, masalah ekonomi, masalah kesehatan,
atau masalah apapun, malah membuat kita berhenti beribadah bersama keluarga.
Marilah kita menjadi tangguh, taatlah kepada Roh Kudus yang mengingatkan hati
nurani kita untuk tetap beribadah bersama keluarga. Kita adalah pribadi yang
telah dipilih dan diperlengkapi oleh Tuhan Yesus, kita pasti bisa melewati masa
wabah ini dengan iman-percaya yang teguh pula.
Dalam keadaan tertekan seperti ini,
bisa jadi ini adalah masa permulaan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua. Namun
demikian, kita tidak perlu takut. Justru hati yang menghamba kepada Tuhan harus
tetap kita miliki, meskipun kita tidak tahu rancangan-Nya secara detil. Mari
bersama-sama kita menjadi pribadi yang taat kepada Tuhan dalam berbagai
kondisi. Sebab Tuhan Yesus menyatakan: “Berbahagialah
hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang.” (Lukas 12:43).
Selanjutnya, hati yang bersedia menyambut Tuhan Yesus adalah...
2.
Hati yang
rindu mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan
Mari kita perhatikan ayat 6 sampai dengan 8. Pada ayat tersebut,
dijelaskan bahwa kedua murid melakukan apa yang menjadi perintah Tuhan Yesus.
Sesuatu yang menarik terjadi, ketika para murid melihat tidak ada pelana di
punggung keledai itu. Dengan segala kerelaan mereka memberi yang terbaik untuk
Tuhan Yesus. Bukan hanya mengantarkan keledai sampai di hadapan Tuhan Yesus.
Akan tetapi kedua murid itu melepas jubahnya, dan menaruh di atas punggung
keledai supaya Tuhan Yesus bisa menaikinya dengan nyaman.
Apa yang dikerjakan oleh para murid, menunjukkan bahwa
mereka benar-benar bersedia menyambut Tuhan Yesus. Mereka rindu mempersembahkan
sesuatu kepada Tuhan, bahkan yang terbaik dari apa yang mereka miliki.
Ada sebuah kesaksian nyata. Ada seorang Ibu – singgel parent, yang kesehariannya
berjualan kue di pinggir jalan sebuah kota kecil. Ia hidup bersama anaknya
perempuan satu-satunya, yang sekarang duduk di kelas empat SD. Melihat apa yang
di jual, tentu pas-pasan untuk hidup dan menyekolahkan anaknya di sekolah yang
cukup mahal (dalam pendapat saya). Namun, setiap sebulan sekali ia memberikan
kue kepada guru agama Kristen yang mengajar anaknya, bahkan kadang disertakan
persembahan berupa uang. Beberapa kali Pak Guru Agama ini memberitahu ibu
tersebut, supaya mengurungkan niatnya untuk memberi. Mengingat perekonomian ibu
tersebut pas-pasan. Namun Ibu tersebut berkata: Bapak Guru.. saya tidak sedang
memberi untuk Bapak.. saya sedang mempersembahkan yang terbaik untuk Tuhan
Yesus. Silakan diterima.” Mendengar kesaksian ini, saya hanya bisa tertegun dan
bertanya, ‘Mengapa Ibu ini bisa bertindak seperti itu?’ Karena ia mengasihi
Tuhan Yesus.
Hati yang rindu mempersembahkan sesuatu yang terbaik
bagi Tuhan harus kita miliki dalam menyambut kedatangan-Nya.
Hari ini, dalam menghadapi wabah covid-19, hindarilah
sikap untuk menghakimi orang lain. Sebab Tuhan tidak menghendaki sikap hati
yang demikian dalam menyambut kedatangan-Nya. Mungkin kita melihat ada
orang-orang yang tetap keluar rumah untuk berjualan atau bekerja untuk mendapatkan
uang demi sesuap nasi. Sebagian kita mungkin melihat juga ada yang sudah cukup
biaya hidupnya, dan bisa bertahan dengan bekerja dari rumah. Semua kita tentu
berjuang bersama, dalam mendukung pemerintah untuk melawan penyebaran virus
covid-19. Namun, hal terpenting saat ini adalah.. mari kita berbagi berkat,
mari kita nyatakan hati yang rindu mempersembahkan hal terbaik bagi Tuhan,
dalam keberadaan kita. Meskipun tidak ada kamera yang menyorot, lakukanlah
apabila kita diberkati Tuhan. Sebab, sorga sedang merekam perbuatan baik kita
dan yang Empunya Kerajaan Sorga akan membalas perbuatan baik kita.
Terakhir, kriteria hati yang bersedia menyambut Tuhan Yesus adalah...
3.
Hati yang
berharap kepada Tuhan
Mari kita kembali perhatikan mulai dari ayat 9 sampai dengan 11. Para
murid, disertai oleh orang banyak – baik yang berjalan mendahului Tuhan Yesus
maupun yang di bagian belakang arak-arakan, sepakat menyerukan pujian: “Hosana
bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat
yang mahatinggi”. Ini adalah pujian pengharapan kepada TUHAN Allah. Hosana,
yang artinya: “Oh TUHAN selamatkanlah kami, berikanlah kemenangan bagi kami!”.
Pujian tersebut begitu indah dan mengena di hati pada pengarak Tuhan Yesus.
Namun sayang sekali, tidak semua pengiring Tuhan Yesus pada waktu itu
mengenal-Nya. Ada yang menyatakan bahwa Tuhan Yesus adalah nabi dari Nazaret,
di Galilea. Sehingga tidak sedikit orang-orang tersebut juga ikut menyerukan:
Salibkan Dia! Ketika Tuhan Yesus dijatuhi hukuman mati di kayu salib.
Sekarang, bagaimana dengan
hati kita? Adakah hati kita tetap berharap kepada Tuhan Yesus? Di tengah wabah
virus covid-19 ini, adakah kita tetap menaruh pengharapan kita kepada-Nya? Saya
yakin, kita semua tidak mengandalkan diri sendiri. Kita tidak mengandalkan
kemampuan kita, karena kita percaya bahwa Tuhan Yesus adalah TUHAN Allah.
Dengan demikian kita tetap mengandalkan TUHAN Allah. Kita tetap berseru kepada
Tuhan Yesus, dalam doa kita. Kita akan berseru, Hosanna, oh Tuhan Yesus,
selamatkanlah kami dan berikanlah kepada kami kemenangan atas wabah ini. Kita
akan mengikuti anjuran pemerintah dan diatas semua itu kita tetap berharap
dalam doa kepada TUHAN Allah. Saya yakin, seruan doa kita di dengar oleh Tuhan.
Tidak ada yang membuat kita panik, karena kita berharap kepada TUHAN Allah.
Perenungan
Mari kita bersama
merenungkan firman Tuhan yang telah kita terima bersama-sama. Selama menghadapi
wabah covid-19 ini, baiklah kita bersama-sama tetap teguh menyediakan hati kita
untuk menyambut kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Kita tidak tahu kapan
akan tiba. Namun sudah sebaiknya kita berjaga-jaga. Setiap kita yang
berjaga-jaga pasti memilih untuk memiliki hati yang menghamba kepada Tuhan. Menyatakan
hati yang rindu mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan. Serta meneguhkan
hati yang tetap berharap kepada Tuhan. Kiranya Tuhan Yesus sertai kita dalam
menyambut kedatangan-Nya untuk yang kedua kali. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar