Kamis, 03 November 2011

Hukum Keempat: Ingatlah dan Kuduskanlah Hari Sabat


Hari Sabat atau hari Minggu yang kita kenal saat ini, diambil dari prinsip kebenaran Alkitab. Dalam bahasa Yunani hari sabat diterjemahkan dengan memakai kata sabbaton, yang artinya perhentian (Matius 12:1). Dalam perhitungan hari, sabat adalah hari yang ketujuh dalam seminggu. Oleh Taurat Musa hari Sabat dikenal sebagai hari untuk beristirahat dan menyembah Allah (Kel 20:10; Ul 15:14).
Dalam konteks bangsa Israel pada masa PL, hari Sabat dimaksudkan sebagai hari istirahat mingguan yang dikuduskan bagi Tuhan sebagaimana Tuhan beristirahat pada hari yang ketujuh dalam karya penciptaanNya (Kel 20:11; Kej 2:2-3). Pada pertimbangan keagamaan tersebut ditambahkan suatu pertimbangan perikemanusiaan, sehingga para pekerja dan budak mendapatkan hari untuk beristirahat dari pekerjaannya (Kel. 23:12; Ul. 5:14). Sabat sudah melembaga sejak dahulu kala, tetapi mendapat arti khusus sejak Israel keluar dari negeri Mesir dan kemudian menjadi salah satu tanda pengenal agama Yahudi (Neh 13:15-22). Akan tetapi dalam perjalanan waktu, hari Sabat ditafsirkan secara kaku dan secara harafiah saja, sehingga menjadikan hari suka cita itu sebuah hari yang membawa tekanan batin dan beban melulu. Tuhan Yesus membebaskan para pengikutNya dari beban dan tekanan itu, (Mat. 12:1-8; Mark. 2:23-28; Luk 13:10-17).
A. Makna Hari Sabat
Sabat PL adalah hari ketujuh dalam setiap minggu. Menguduskan hari itu berarti memisahkannya sebagai berbeda dari hari lainnya dengan berhenti bekerja supaya dapat istirahat, melayani Allah, dan memusatkan perhatian pada hal-hal yang menyangkut keabadian, kehidupan rohani, dan kehormatan Allah (ayat Kel 20:9-11; bd. Kej 2:2-3; Yes 58:13-14). Adapun makna penting dari hari sabat bagi orang percaya, antara lain sebagai berikut:
  1. Sebagai pedoman perilaku dalam bekerja, sebagaimana dalam penciptaan dunia Allah berkarya dan beristirahat pada hari ketujuh (Kel 20:11; Kej 2:2-3).
  2. Sebagai tanda umat kepunyaan Allah (Kel 31:13).
  3. Sebagai pengingat akan pembebasan dan penebusan dari perbudakan (Ul 5:15)
B. Alasan Penting Allah “Menyediakan” Hari Sabat
Ada alasan-alasan yang kuat untuk percaya bahwa prinsip-prinsip hari Sabat tetap berlaku bagi orang Kristen dan juga harus mengkhususkan satu hari dalam tujuh hari sebagai hari perhentian dan penyembahan. Alasan penting tersebut antara lain:
  1. Karena sejak penciptaan Alam semesta, Allah telah menetapkan satu hari khusus sebagai sumber berkat bagi semua orang dan bukan hanya bangsa Yahudi (Kej. 2:3; Kel. 20:11).
  2. Karena Tuhan Yesus tidak pernah membatalkan prinsip hari perhentian, hanya penyalahgunaannya oleh para pemimpin Yahudi yang Ia kecam (ayat Mat 12:1-8; Luk 13:10-17; 14:1-6). Tuhan Yesus menyatakan bahwa hari perhentian itu ditetapkan Allah untuk kesejahteraan rohani dan jasmaniah manusia (Mr 2:27).
  3. Karena maksud rohani hari sabat menguntungkan orang Kristen. Maksud rohani dari Sabat ialah memberikan kita kesempatan untuk menyatakan kembali bahwa iman kepercayaan dan sukacita kita adalah di dalam Tuhan dan bukan dalam dunia fana. (Bdg. Ibr 4:9-10).
  4. Karena hari Sabat merupakan suatu tanda perjanjian antara Allah dan umat-Nya (Kel 31:13, 16-17), demikian pula hari penyembahan Kristen (hari Minggu) dapat dilihat sebagai suatu tanda kepada dunia bahwa kita adalah milik Kristus dan bahwa Dia adalah Tuhan kita. Orang Kristen dalam PB mengkhususkan hari pertama setiap minggu untuk menyembah Allah dan untuk memperingati hari kebangkitan Kristus (Kis 20:7; 1Kor16:2).
  5. Karena Hari Sabat dikhususkan oleh Allah sebagai hari yang kudus (Yeh 20:12). Oleh karena itu orang percaya diingatkan bahwa mereka sendiri merupakan umat yang dikhususkan oleh Allah untuk hidup kudus di tengah-tengah angkatan yang sudah sesat (bd. Kel 31:13; 1Pet 2:9).
Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menguduskan hari sabat, akan tetapi bukan berarti kita dapat menafsirkan hari Sabat layaknya orang Farisi dan Ahli Taurat. Namun tujuan dari hari sabat ialah supaya kita dapat memahami bahwa betapa berharganya waktu untuk bersekutu bersama Tuhan. Hari Sabat mengingatkan kita bahwa Allah telah menyediakan waktu bagi kita untuk bersekutu dengan-Nya, sehingga kita mengenal Allah dan Allah mengenal kita, sampai tiba waktunya kita dapat masuk dalam hari perhentian kekal bersama Tuhan.

Hukum Kedua: Jangan Membuat Patung untuk Disembah

Terdapat berbagai cara untuk menggolongkan kesepuluh firman menurut kitab Keluaran 20:1-17. Gereja-gereja Lutheran dan Roma Katholik mengikuti Agustinus dengan menjadikan ayat 2-6 menjadi perintah yang pertama dan kemudian memisahkan ayat 17, tentang menginginkan milik orang lain, menjadi dua perintah. Yudaisme modern menjadikan ayat 2 perintah pertama dan ayat 3-6 perintah yang kedua. Pembagian yang paling dini, yang dapat dirunut balik hingga zaman Yosefus pada abad pertama Masehi, menganggap 20:3 sebagai perintah pertama dan 20:4-6 sebagai perintah yang kedua. Pembagian ini memperoleh dukungan penuh dari gereja mula-mula, dan dewasa ini masih dianut oleh gereja Ortodoks Timur dan sebagian besar gereja Protestan.
A. Alasan Dasar Larangan Membuat Patung untuk Disembah
Dalam hukum yang kedua, mengandung larangan menyembah dewa lainnya. Sehingga perintah ini berarti tidak boleh membuat patung dewa itu (bd. Ul 4:19,23-28), juga tidak seorang pun diperbolehkan membuat patung Tuhan Allah untuk disembah. Ia terlalu agung untuk dapat digambarkan dengan apa pun yang dibuat oleh manusia. Jikalau dikenakan pada orang percaya dalam Kristus, maka hukum kedua melarang pembuatan patung dengan tujuan memuja, berdoa, atau meminta pertolongan rohani apa pun (bd. Ul 4:15-16). Adapun alasan dasar larangan membuat patung untuk disembah antara lain:
  1. Karena, tidak mungkin ada patung atau gambar yang sanggup menggambarkan kemuliaan dan tabiat pribadi Allah dengan benar (bd. Yes 40:18).
  1. Karena, Allah begitu mahatinggi, begitu kudus dan tidak terhampiri, sehingga ketika seseorang menyembah patung apa pun atau gambar Tuhan dapat menghina dan merendahkan kodrat-Nya yang sesungguhnya. Dan juga merendahkan firman-Nya mengenai diri-Nya (bd. Kel 32:1-6).
  2. Karena, konsep orang percaya mengenai Allah tidak boleh dilandaskan pada patung atau gambar tentang Tuhan, tetapi pada Firman Allah dan penyataan-Nya melalui pribadi dan karya Yesus Kristus (bd. Yoh 17:3).
Dalam prinsipnya, pada hukum yang kedua kita dilarang untuk menyamakan TUHAN Allah dengan suatu patung yang bisa rusak karena Dia adalah Roh yang tidak dapat rusak.
B. Berkat Dalam Hukum Kedua
Inilah keunikan dan kebahagiaan menjadi umat kepunyaan Allah, setiap perintah pasti mengandung janji. Sebab perintah Allah bukan sekedar perintah, namun firman yang hidup, sehingga sanggup memimpin umat-Nya kepada kebahagiaan kekal. Adapun janji berkat Allah pada hukum yang kedua yaitu: “…tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku” (Kel. 20:6).
Allah berjanji untuk memberikan “Kasih setia”. Mengapa berkat janji Tuhan bukan berupa rumah mewah dan mobil mewah? Seperti selebritis? Ternyata kasih setia Tuhan melebihi semua kemewahan yang ada di dunia dan justru membuat kita mencicipi kebahagian sorgawi ketika hidup di dunia.
Mari kita pelajari bersama makna dan keistimewaan dari kasih setia Allah. Kasih setia merupakan padanan kata Ibrani khesed. Paling banyak muncul dalam Mazmur. Di tempat-kitab lain khesed diterjemahkan 'belas kasihan', 'kemurahan hati', dan 'kebaikan'. Banyak terjemahan telah dikemukakan, antara lain 'kasih yg jujur' (G Adam Smith), 'kesalehan' (C. H Dodd), 'solidaritas' (Koehler-Baumgartner) dan 'kasih perjanjian' (N Snaith). Akan tetapi Asal usul terbentuknya frase “kasih setia” belum jelas jelas. Suatu penyelidikan mengenai frase “kasih setia” dapat dijumpai dalam Mazmur 89. Dalam pengkajian tersebut, mengungkapkan bahwa frasa “kasih setia” memiliki padanan makna dengan dua kata yaitu 'perjanjian' dan 'kesetiaan'. Sehingga makna dari frasa “kasih setia” mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut: 'Kasih yang mantap teguh atas dasar perjanjian yang telah dibuat'. Arti ini digunakan untuk menggambarkan baik sikap Allah terhadap umat-Nya maupun sikap umat Allah terhadap Dia. Dengan demikian nyatalah berkat Allah yang terkandung dalam Perintah Kedua. Berkat itu ialah Kasih Allah yang mantap teguh kepada kita, atas dasar perjanjian antara Allah dengan kita. Kita tahu bersama bahwa kasih Allah itu mencakup semuanya yang kita butuhkan ketika hidup di dunia.

Hukum Pertama: Jangan Ada Padamu allah Lain di Hadapan-Ku

Allah dikenal sebagai Maha Pengasih dan sekaligus Maha Adil. Dengan demikian TUHAN memberikan berkat melalui janji-Nya, sekaligus memberikan aturan (Hukum) yang mengatur tata kehidupan umat-Nya. Dalam “Kesepuluh Hukum”, Allah memberikan tatanan yang menunjukkan bagaimana bangsa Israel pada waktu itu, untuk bersikap sebagai umat pilihan Allah. Sehingga sebagai umat yang dipilih dan dikasihi Allah, bangsa Israel dibimbing untuk mengasihi Allah dengan setia dan mengasihi sesama. Dengan demikian dapat dicermati bahwa Hukum yang Allah berikan, mempunyai suatu alasan dan berkat tersendiri bagi para pelaku firman-Nya.
A. Alasan Adanya Hukum yang Pertama
Adapun alasan dari hukum yang pertama dari “Kesepuluh hukum” antara lain sebagai berikut:
1. Karena Allah menginginkan adanya penyembahan yang hanya kepada Allah saja, (monotheisme). Hukum ini mencegah politeisme (banyak dewa) yang merupakan ciri agama-agama Timur Dekat zaman kuno. Israel tidak boleh menyembah atau memohon kepada salah satu dewa bangsa lain, melainkan diperintahkan untuk takut akan Tuhan dan hanya melayani Dia saja (bd. Ul 32:39; Yos 24:14-15).
2. Karena tidak ada Allah selain TUHAN (YHWH) – bd. Ulangan 4:35; 6:4.
3. Karena Allah harus menjadi yang utama dalam kehidupan, baik dalam pikiran, ucapan maupun perbuatan. Perintah ini bukan sekadar pernyataan monoteisme. Perintah ini melarang penyembahan atau penghormatan kepada sesuatu yang lain lebih daripada kepada Allah, misalnya mendewakan seseorang, harta, atau jabatan (Kol. 1:18).
B. Berkat Dibalik Hukum Pertama
Firman Allah tetap berlaku bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya, sehingga tersedia berkat bagi yang menyembah hanya kepada Allah dan mengakui Allah, antara lain:
1. Menjadi anak-anak Allah (Yoh. 1:12)
2. Menjadi ahli waris kerajaan Allah (Galatia 4:7)
3. Berbahagia (Mzm 119:2, Mat. 6:33, Flp. 3:8)

Senin, 28 Februari 2011

Manusia Ber-Pancasila

Pada dasarnya manusia itu ber-Pancasila, dan hanya manusia yang bebas "tanpa menjalurlah" yang dinamakan manusia ber-sedikit Pancasila, atau bahkan manusia tak ber-Pancasila; (karena terkadang kayak binatang). Mengapa demikian? karena manusia diciptakan oleh Tuhan Sang Maha Cinta. Selain itu manusia diciptakan dengan dibekali: hikmat/akal, cinta, dan roh.

Dengan demikian, manusia itu bisa berhikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan karena berhikmat/berakal. Kemudian manusia dapat berkemanusiaan, bersatu, dan berkeadilan sosial karena diberi cinta oleh TUHAN. Sedangkan ciri seorang manusia yang tidak dapat dihilangkan adalah; ia memiliki hubungan dengan Tuhan karena ber-roh. Mari direnungkan... Sudahkah kita menjadi warga negara Indonesia yang ber-Pancasila?

Mencermati keadaan bangsa Indonesia sekarang ini; lemahnya ketegasan hukum, lemahnya moralitas, dan lemahnya mental sang Pemimpin dalam pemerintahan negara. Dapat dicermati bahwa keadaan bangsa Indonesia sudah mulai kehilangan jatidiri sebagai manusia ber-Pancasila. Dari anak remaja yang doyan sex, pemuda yang foya-foya, bahkan orang tua yang tak bertua-diri, - sudah sering kita lihat kejahatan mereka. Mari dicermati... Lebih banyak mana? bangsa Indonesia yang ber-Pancasila, dibanding yang setengah-setengah, atau bahkan sama sekali tidak ber-Pancasila? ya..inilah PR untuk kita semua...

Berbenah diri dan selalu mengawasi diri sendiri adalah prinsip pertama untuk menjaga Pancasila tetap menjadi IDEOLOGI bangsa Indonesia. Semoga tahun ini semua rakyat di Indonesia ber-Pancasila dan bangga ber-Pancasila. Mari saudaraku yang sudah ber-Pancasila...minimal bisa menjadi teladan bagi generasinya, tidak perlu kita menyalahkan pemimpin negara dengan segenap anak buahnya bila belum ber-Pancasila. Tetapi melalui ini saya tidak mengkritik ataupun menyalahkan.. hihihi... cuma saya mau bertanya: apakah Pak Presiden dan Gayus itu ber-Pancasila?

Say No to Divorce !

If we pay attention to the divorce statistics in Indonesia, we may be interested in the facts. According to data from the Director General o...