Sabtu, 06 Desember 2014

Apakah “Dia” Termasuk Keluarga Saya? (2 Tim. 1:16-18)

Teringat ketika masih kanak-kanak ada budaya saling memberi ‘berkat’ kepada tetangga atau keluarga ketika menjelang natal dan tahun baru. Berkat itu bisa berupa makanan ataupun kudapan yang dikemas dalam sebuah besek (Jawa). Besek tersebut tentunya unik, sebab terbuat dari anyaman bambu. Terkadang tradisi demikian masih dapat dijumpai di daerah pedesaan. Tradisi tersebut memiliki tujuan sederhana, yakni untuk mempertahankan rasa kekeluargaan dalam masyarakat. Memang bila kita cermati, keberadaan teknologi sekarang ini membantu kita untuk menyampaikan ucapan secara cepat tanpa harus bertemu. Kendati demikian sebagai orang-orang percaya, baiklah kita menunjukkan kasih persaudaraan kepada siapapun tanpa memandang strata ataupun suku. Namun bila memungkinkan, baiklah kita juga menyatakan kasih persaudaraan dalam salam, peluk dan suguhan
Sebagaimana diperbuat oleh sebuah keluarga di kota Roma. Kepala keluarganya bernama Onesiforus. Bersama keluarganya, Onesiforus mengunjungi rasul Paulus dalam penjara kerajaan Roma. Pada waktu itu, keadaan rasul Paulus begitu menyedihkan, tangan dan kakinya terikat oleh rantai besi (chain/handcuffs). Oleh karena kasih persaudaraan yang nyata, maka Onesiforus sekeluarga berkunjung ke penjara tanpa rasa malu. Sehingga rasul Paulus merasakan kegembiraan dalam hatinya (ay. 16). Bahkan lebih dari pada itu, Onesiforus sekeluarga dengan gigih berusaha untuk dapat menemui rasul Paulus. Diketahui bersama bahwa, untuk menemui seorang tawanan yang dibelenggu dengan rantai bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan. Namun Onesiforus bersedia menyelesaikan semua penghalang, dan akhirnya dapat memberikan penyegaran hati kepada rasul Paulus (ay.17).  Bahkan Paulus sendiri menceritakan bahwa Onesiforus termasuk salah seorang yang turut giat dalam pelayanan sosial (ay.18). demikianlah keberadaan keluarga Onesiforus. Meski rasul Paulus tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Onesiforus. Namun, Onesiforus tetap menyatakan kasih persaudaraannya kepada rasul Paulus dan rekan-rekan sepelayanan yang lain.

Dalam tulisan yang awalnya ditujukan kepada Timotius ini, ada pengajaran berharga yang dapat diterapkan dalam kehidupan kita. Bahwa ketika terdengar ada seseorang yang mengalami kelemahan, baiklah kita datang berkunjung sebagai saudara untuk menyatakan kasih kita. Mungkin kita dapat memberikan buah tangan, atau salam kehangatan, atau bahkan hanya doa. Tentunya untuk menunjukkan kasih persaudaraan bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Mungkin ada salah seorang yang bersalah kepada kita, atau bahkan ada yang tersakiti oleh kita. Namun, mari kita selesaikan semua penghalang itu. Mari kita kalahkan kejahatan dengan kebaikan (Rom. 12:21). Marilah kita seperti Onesiforus, yang menunjukkan kasih persaudaraan kepada orang yang bukan termasuk keluarga, dengan sebuah pernyataan bahwa ‘Dia’ termasuk keluarga saya.

Kamis, 03 Juli 2014

“Berpolitik” Menurut Nilai Kristiani (Matius 22:21)

Dalam situasi politik yang semakin memanas di Indonesia, setiap orang percaya hendaknya turut serta dalam menjaga suasana negara tetap kondusif. Sehingga mampu untuk bersikap dan berpolitik secara arif. Sebagaimana pendapat Tuhan Yesus dalam ayat 21 dapat dijadikan petunjuk, tentang bagaimana sikap seorang Kristen terhadap negaranya. Dapat dimengerti bersama bahwa Kerajaan Tuhan Yesus bukan berasal dari dunia ini (Yoh. 18:36). Oleh karenanya Tuhan Yesus menolak diangkat menjadi raja, namun turut tunduk pada tata negara ketika berada di bumi (Mat. 17:24-27). Dengan prinsip tersebut Tuhan Yesus juga mengajar setiap orang percaya untuk hidup dalam kepatuhan kepada pemerintah. Akan tetapi, kepatuhan tersebut hendaknya tetap memperhatikan firman Allah. Sebagaimana rasul Petrus dengan tegas menyatakan bahwa: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kis. 5:29).  Dengan demikian jelas bahwa, kepatuhan kepada Allah tercermin dari kepatuhan orang percaya terhadap pemerintah yang mengupayakan keadilan.
Selanjutnya, kepatuhan terhadap pemerintah juga berarti turut serta menyejahterakan bangsa (Yer. 29:7). Semangat menyejahterakan bangsa berarti menjunjung nilai-nilai kebangsaan sesuai dengan kebenaran Alkitab, yang berguna untuk membangun negara. Sebagai contoh ialah Pancasila. Dengan ber-Pancasila kita dimampukan untuk menjadi warga negara yang baik, tanpa meninggalkan iman kepada Tuhan. Sebagai warga negara yang ber-Pancasila pasti dimampukan untuk membangun bangsa, bukan merusaknya. Oleh karenanya, kita patut bersyukur, karena Indonesia berideologi Pancasila. Dengan Pancasila kita mendapat kesempatan berpolitik menurut nilai kristiani.
Berpolitik menurut nilai kristiani, membawa kita kepada pembangunan bagi bangsa ini. Sebagai contoh, pesta demokrasi yang akan berlangsung pada tangal 9 Juli 2014. Melalui PEMILU Presiden 2014, kita diberi kesempatan untuk menjadi warga negara yang baik tanpa meninggalkan iman kepada Tuhan. Dengan menggunakan hak suara di TPS kita telah turut serta mensukseskan pembangunan bagi negara kita. Para Capres dan Cawapres telah membeberkan visi dan misinya. Bersama-sama marilah kita memilih pemimpin sesuai dengan hati nurani. Setiap orang boleh menyanjung ‘jago’-nya, dan lebih baik juga bila tidak merendahkan ‘jago’ yang lain. Sebagai orang percaya yang menjadi warga negara Indonesia, mari kita turut serta membangun bangsa Indonesia. Dengan jalan mengupayakan kesejahteraan dan keamanan. Salah satunya, dengan jalan ‘berpolitik’ menurut nilai kristiani.

Kesatuan Indonesia Adalah Cinta Kasih

Besarnya cinta dapat menutupi banyak sekali kesalahan. Bahkan mampu membuat pengampunan mengalir dengan derasnya, bagaikan banjir bandang menyelimuti padang gersang. Cinta kasih yang begitu dalam menghancurkan segala perpecahan. Bahkan kasih yang sempurna mampu menyatukan bagian yang berbeda sehingga nampak satu, kesatuan adanya. Bahkan kekerasan sehebat batu karang pun mampu dilembutkan dengan cinta kasih. Namun siapa yang memiliki cinta kasih sejati? Tentunya, Tuhan lah yang memilikinya. Bila hanya Tuhan yang memilikinya, bagaimana keadaan dunia tanpa cinta kasih? Bukankah dunia akan hancur tanpa cinta kasih? Mungkinkah Tuhan membiarkan dunia ciptaan-Nya dihancurkan oleh angkara murka dunia? Tidak. Tuhan yang menciptakan dunia, Ia pula yang memeliharanya. Namun, pemeliharaan Tuhan ditujukan khusus kepada setiap manusia. Diharapkan, ketika manusia dipelihara oleh Tuhan, ia pun mampu memelihara lingkungan alamnya.
Manusia menjadi ciptaan paling mulia diantara semua ciptaan-Nya. Oleh karena perkenanan-Nya, manusia diberi kesempatan untuk menerima anugerah. Anugerah yang paling indah dan hakiki, yakni "cinta kasih". Binatang tidak diberikan cinta kasih, demikian pula tumbuhan. Bahkan malaikat pun, tak mampu memiliki cinta kasih sebagaimana yang dirasakan oleh manusia. Oleh karenanya, malaikat tidak kawin. Manusia diberikan cinta kasih, supaya dapat bersatu mengelola alam semesta untuk mendatangkan kemakmuran, kesejahteraan, dan kedamaian. Inilah dasar paling esensi, bahwa pengelolaan sumber daya alam dan manusia haruslah berlandaskan cinta kasih. Bila tidak demikian, maka yang terjadi adalah kehancuran. Atau, kalaupun berhasil menciptakan kemakmuran, tetapi kedamaian dan kesejahteraan tidak tercapai. Oleh karenanya, kebijakan yang diambil untuk menyejahterakan rakyat, haruslah berpangkal pada cinta kasih. Memang sulit, namun mudah bagi setiap orang yang ber-Tuhan pada Kebenaran. Semisal, dua orang yang mengasihi dan mencintai ingin membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia. Namun dalam proses untuk mewujudkannya banyak melakukan tipu muslihat, dusta, dan kekerasan. Mungkinkah kebahagiaan akan tercapai? Tidak. Apabila sebelum menikah banyak melakukan tipu muslihat, maka tidak menutup kemungkinan adanya tipu muslihat yang dilakukan selama berumah tangga. Namun, semua itu dapat dibereskan, bila kedua belah pihak sepakat untuk hidup dalam kebenaran. Sebab dimana ada kebenaran, di situ tumbuh damai sejahtera. 
Besarnya cinta dapat menyatukan perbedaan. Bila ingin melihat kesatuan, peganglah kebenaran dan biarkanlah cinta kasih mengalir menutupi bumi. Bila ingin melihat keluarga bersatu, cintailah dan kasihilah keluarga. Bila ingin melihat kesatuan Indonesia, cintailah kebenaran dan banjirilah Indonesia dengan cinta kasih.

Jumat, 30 Mei 2014

Pentingnya Keterlibatan Jemaat dalam Pelayanan bagi Pertumbuhan Gereja




Setiap hamba Tuhan menghendaki adanya pertumbuhan terjadi dalam gereja yang dipimpin. Namun demikian, untuk mewujudkan pertumbuhan gereja bukanlah pekerjaan mudah untuk dilaksanakan. Perlu ketekunan dalam doa, kerja keras, dan kekompakan diaken untuk peduli terhadap jiwa-jiwa. Bahkan kondisi buruk dapat terjadi dalam sebuah gereja. Akan tetapi kondisi buruk dalam sebuah gereja dapat diubahkan menjadi baik, bila ditangani dengan cara yang tepat. Sebagaimana nasihat C.H Spurgeon, bahwa:
“Adalah baik bila seorang yang masih muda mulai dengan prospek yang buruk karena dengan cara bekerja yang tepat, pasti kemudian muncul perbaikan. Bila kapel itu sama sekali kosong ketika Anda pergi ke sana, jangan sampai keadaannya kemudian memburuk. Mungkin Anda akan menjadi alat untuk membawa beberapa orang ke gereja itu dengan demikian keadaannya akan lebih baik”[1]
Mencermati pendapat tersebut, maka dapat diketahui bahwa selalu ada cara untuk membawa pertumbuhan dalam gereja. Namun pertumbuhan gereja bukan karena pekerjaan individual, tetapi hasil kasih karunia Allah dan pekerjaan sebuah tim. Oleh karenanya dalam gereja harus ada jemaat yang bersedia komitmen mengambil bagian dalam pelayanan.
Membawa jemaat untuk ambil bagian dalam pelayanan demi pertumbuhan jemaat memerlukan kesabaran. Langkah pertama yang mungkin diperlukan adalah menyampaikan harapan kepada jemaat, baik melalui persekutuan doa maupun dalam khotbah. Apabila langkah tersebut masih kurang mendapat respon, rekrutlah beberapa orang diantara jemaat yang memiliki kerohanian lebih, dan ajaklah untuk menjadi pendoa bagi pelayan gereja, pertumbuhan jemaat, dan jiwa-jiwa yang lemah imannya. Selanjutnya jagalah agar pertemuan doa dapat berlangsung dengan baik seterusnya. Dan jadikanlah Alkitab sebagai penuntun dan penguat bagi para pendoa. Akhirnya dapat dimengerti bahwa pertumbuhan jemaat bukanlah hasil usaha manusia. Akan tetapi pemberian Allah bagi orang-orang yang mendedikasikan diri bagi pekerjaan pelayanan Allah.
Dengan demikian masihkah terbesit dalam benak, bahwa pertumbuhan gereja itu sulit diwujudkan? Sebenarnya tidak. Sebab ketika banyak jemaat aktif dalam pertemuan doa,  bersungguh-sungguh berdoa, dan memperhatikan jiwa-jiwa, maka pertumbuhan itu akan terlaksana dengan sendirinya. Siapakah yang memberikan pertumbuhan pada tanaman padi? Apakah petani? Tidak, tetapi Tuhan. Lalu, mungkinkah petani yang malas akan mendapatkan bulir padi yang baik? Tidak. Seorang petani harus bekerja dengan semangat, membentuk tim kerja, dan bergantung pada Tuhan untuk mendapatkan padi yang baik.


[1] C. H. Spurgeon, Cara Memenangkan Jiwa, (Andi: Yogyakarta, 2010), hal, 128

Selasa, 20 Mei 2014

Aktivitas Gereja yang Bertumbuh: Bertekun dalam Pelayanan



Kis. 2:44-45; I Kor. 15:58
Jemaat yang terkasih di dalam Tuhan Yesus, apabila kita cermati bersama, keberadaan jemaat mula-mula mengalami begitu banyak kesulitan. Baik dari dalam maupun luar. Dari luar mereka mendapatkan tekanan dari pemerintah dan orang-orang Yahudi yang membeci mereka. Sedangkan dari dalam mereka harus bergumul untuk bagaimana dapat bertahan hidup, bagaimana supaya tetap menjaga kesatuan, mereka berusaha untuk melakukan firman Tuhan yang diajarkan oleh para rasul. Tetapi mereka menghadapi semua pergumulan itu dengan sukacita (ay. 46). Perhatikan, meskipun tekanan datang dari dalam dan dari luar jemaat, mereka tetap bersatu hati untuk tetap bersedia melayani (ay. 44). Dari antara mereka tetap berada dalam persekutuan dan bersedia ikut ambil bagian dalam pelayanan. Kita melihat (ay.45), ada dari mereka yang menjual harta miliknya untuk dibagi-bagikan kepada saudara-saudara yang membutuhkan. Yang patut kita tiru adalah semangat mereka yang saling memberikan perhatian. Dalam 1Timotius 5:16 tertulis demikian Jika seorang laki-laki atau perempuan yang percaya mempunyai anggota keluarga yang janda, hendaklah ia membantu mereka sehingga mereka jangan menjadi beban bagi jemaat. Dengan demikian jemaat dapat membantu mereka yang benar-benar janda. Jadi jemaat yang benar-benar membutuhkanlah yang diberi perhatian. Perhatikan, mengapa jemaat mula-mula bertumbuh imannya dan bertambah jumlah jemaatnya? Dalam hal pelayanan, inilah yang jemaat mula-mula laksanakan:
1.   Mereka tetap bersatu, tidak menghindar ketika melihat ada pekerjaan Tuhan yang harus dilaksanakan.Mereka tidak menghindari pelayanan. Malah dengan kemauan sendiri mereka ikut ambil bagian dalam pelayanan.
2.              Mereka bersemangat dan bersukacita ketika ikut ambil bagian dalam pelayanan.
Jemaat yang terkasih...
Ilustrasi
Pada suatu hari ada seorang Bapak yang sudah berumur 38 tahun, sebutlah namanya Pak Min. Pekerjaannya adalah sebagai buruh tani, demikian pula sebagian besar tetangga-tetangganya. Ia dan keluarganya harus ikut program transmigrasi karena desanya akan ditenggelamkan, untuk pembuatan waduk yang dapat dipakai sebagai sarana irigasi dan pembangkit listrik. Pak Min hanya ikut saja, karena ia mau menjadi warga negara yang baik. Kemudian ia menerima sebuah rumah serta tanah seluas 2 hektar. Singkatnya, bapak yang memiliki seorang istri dan dua anak ini telah berada di lingkungan yang baru, suasana, tempat, dan tanah yang baru. Kebutuhan hidup untuk empat bulan ke depan masih ditanggung oleh pemerintah, namun ia sadar bahwa ia harus bekerja keras demi masa depan keluarganya.
Ketika malam tiba, seperti biasa Pak Min sekeluarga berdoa sebelum tidur. Setelah berdoa bersama, anak-anak dan istrinya diminta untuk istirahat terlebih dahulu. Bapak ini senang sekali, karena ia melihat anak-anak dan istrinya bahagia. Sebagai seorang buruh tani, ia pun senang karena baru kali ini mendapatkan rumah serta tanah seluas 2 hektar. Setelah agak larut, Ia pun ikut tertidur bersama anak serta istrinya. Ia terlelap dan memimpikan tanah disekitar rumahnya itu subur. Apapun yang ia tanam, selalu tumbuh baik dan hasilnya bisa dijual sehingga kebutuhan keluarganya dicukupkan. Ia bermimpi anaknya bisa kuliah dan hidupnya makmur sejahtera. Pak Min menjadi tenang dan nyenyak dalam tidurnya karena mimpinya yang begitu indah..
Ketika ayam berkokok, jam di dinding menunjukkan pukul 4.30. Pak Min pun bangun bersama anak-anaknya dan mulai berdoa bersama. Mereka bersukacita sekali. Setelah berdoa, ibu dan anak-anak mempersiapkan sarapan pagi, sedangkan Pak Min mempersiapkan peralatan pertanian untuk memulai menggarap tanahnya. Setelah sarapan siap mereka bersama sarapan pagi, dan setelah itu bersiap untuk melaksanakan aktivitas masing-masing. Akhirnya, bapak ini berangkat untuk melihat tanahnya yang memiliki luas 2 hektar. Untuk pertama kalinya ia mengitari tanah miliknya. Ia melihat-lihat dan semakin jauh ia melangkah, semakin ia berputus asa dan sedih. Karena sepanjang kakinya melangkah, didapati bahwa tanah yang diinjaknya begitu tandus dan gersang. Hanya rumput setinggi tumitlah yang tumbuh. Untuk hari pertama itu, ia hanya duduk terdiam sedih di tanah yang luasnya 2 hektar. Ia sedih karena apa yang dia lihat tak sesuai mimpinya tadi malam. Tak sanggup rasanya menceritakan keadaan tanah 2 hektar itu kepada anak-anak dan istrinya. Hari telah sore, ia pulang dan dalam perjalanan pulang ia berpikir dan berniat untuk menjual tanah 2 hektar itu. Tetapi, ia masih bergumul tentang itu.
Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan rekan-rekan sesama transmigran dan menemukan masalah yang sama. Kemudian mereka berembug bersama. Dalam rembug bersama itu ada yang mengusulkan untuk demo, ada juga yang mengusulkan untuk melapor ke kepolisian, tetapi masih ada yang mengusulkan untuk tetap mengelola tanah mereka. Ditengah-tengah perbincangan yang semakin memanas,  ada seorang bapak yang sudah dianggap sesepuh di desa itu berkata:
“Saudara-saudaraku, mengapa kita semua menjadi takut? Bukankan ketika kita berada disini karena Tuhan menyertai kita? Bukankah Tuhan akan membuka jalan bagi setiap orang yang berdoa dan bekerja? Bukankah kita akan dikenang oleh anak cucu kita, bila kita bersedia berjuang untuk kemajuan tempat kita berada ini? Dan bukankah orang-orang di luar desa kita akan mengatakan bahwa kita ini pengecut bila kita lari dari desa ini, menjual tanah yang diberikan pemerintah, dan kembali menjadi buruh? ... ditengah keheningan, Pak tua itu melanjutkan perkataannya.... “Saudara-saudara, saya merasakan apa yang saudara-saudara semua rasakan, tetapi mari kita bangun desa ini, tolong jangan keluar dari desa ini. Di lereng gunung dekat tanah saya ada sumber mata air yang cukup banyak. Kita bisa alirkan air itu untuk menyuburkan tanah kita bersama... mari kita bekerja untuk kemajuan desa ini”
Akhirnya mereka setuju untuk tetap tinggal dan bekerja bersama-sama, demi kemajuan desa tempat mereka berada. Karena saking senangnya, mendapat informasi bahwa ada sumber air, maka sore itu juga mereka bersama-sama pergi ke sumber air itu untuk memastikan keberadaan sumber mata air. Setelah melihat keberadaan sumber mata air itu, mereka merencanakan untuk membuat saluran air dengan bambu. Akhirnya mereka pulang dengan tenang, dan kesokan harinya mereka bergotong-royong membuat saluran air melalui bambu. Oleh karena ada air yang disalurkan untuk mengairi begitu banyak, tanah mereka menjadi tidak tandus lagi. Hasil ladang penduduk melimpah. Bahkan mereka bisa membuat peternakan kambing yang menyokong pengasilan para petani. Setiap tiga bulan sekali, para petani bergotong –royong memperbaiki saluran air itu. Sampai akhirnya, seiring berjalannya waktu saluran bambu itu diganti dengan pralon besar, dan mereka menggunakan teknologi pertanian yang maju. Sehingga desa mereka dikenal maju. Mereka hidup bersama-sama saling menopang satu dengan yang lain, menjaga kerukunan, dan bersama-sama giat bekerja untuk kemajuan desa mereka. Sedangkan Pak Min sendiri hidupnya bahagia, dan anak-anaknya bisa kuliah karena pertaniannya yang berhasil.
Aplikasi:
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan, mari kita perhatikan ketakutan, keragu-raguan, dan kemarahan penduduk desa yang berada di tanah gersang itu. Dan mari kita bandingkan dengan keyakinan dan kerja keras dari sesepuh yang memberikan motivasi itu. Kadang kala dalam kehidupan bergereja, ketika mendapatkan tugas untuk pelayanan ada yang ketakutan, ada juga yang ragu-ragu atas kemampuannya, dan mungkin ada yang marah karena merasa tidak cocok dengan  tugas pelayanan yang ada. Tetapi masih ada juga yang yakin dan bersedia untuk bekerja keras.
Ibu, bapak, saudara yang terkasih,  Gereja yang bertumbuh, berisi orang-orang yang bersedia  ikut melayani sesuai dengan kemampuan yang Tuhan berikan.
Dan apabila kita perhatikan, desa tadi bisa menjadi desa yang makmur dan berkembang bukan karena Sesepuh desa itu, tetapi karena semua penduduknya bersatu bergotong-royong dan bekerja keras. Demikian juga dalam gereja, gereja dapat bertumbuh bukan karena hasil pekerjaan satu orang saja, tetapi semua jemaat yang tergabung dalam gereja itu.

Lalu pertanyaannya,
Bila kita sudah turut ambil bagian dalam pelayanan, apakah ada keuntungannya bagi kita? Firman Tuhan melalui rasul Paulus dalam I Korints 15:58 tertulis demikian:
Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

Dan mari kita lihat, bagaimanakah nasib orang yang giat selalu dalam pekerjaan Tuhan?
Wahyu 14:13 menuliskan demikian:
Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka."

Saya yakin kita semua berharap gereja ini terus bertumbuh. Dan saya yakin Tuhan memenuhi gereja ini dengan jemaat  yang giat dalam pelayanan. Bersama-sama marilah kita giat dan bersemangat dalam pekerjaan Tuhan.

Penebusan yang Mahal


(I Petrus 1:13-25)

Pada zaman Perjanjian Lama, Allah memerintahkan umat-Nya untuk menghaturkan korban untuk Tuhan. Biasanya yang dipersembahkan adalah wujud syukur, persembahan, dan sebagai kurban penebusan dosa. Namun tujuan paling utama sebuah kurban persembahan ialah untuk penebusan dosa. Sebagaimana kawan-kawan Ayub didorong untuk membawa persembahan karena telah berbuat kesalahan terhadap Allah. Dituliskan demikian: “Oleh sebab itu, ambilah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub... persembahkanlah... dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu” (Ayub 42:7-8). Korban-korban tersebut menjadi alat untuk meredakan murka Allah, menjadi pendamaian antara Allah dengan manusia. Dengan demikian, darah yang tak bercacat cela diperlukan untuk pendamaian antara Allah dengan umat-Nya.
Oleh karena zaman Perjanjian Baru merupakan aktualisasi dari Perjanjian Lama, maka korban penebusan yang sesungguhnya dilaksanakan melalui Tuhan Yesus. Tuhan Yesus bertindak sebagai domba kurban tanpa cacat cela. Kayu salib menjadi saksi bisu bahwa darah yang mahal telah tercurah untuk menebus dan membebaskan orang-orang percaya dari murka Allah. Bahkan Markus menulis bahwa para tentara menyesal setelah melihat dengan mata, dan mengaku Tuhan Yesus tidak berdosa sebagai manusia. Nabi-nabi Perjanjian Lama pun telah menubuatkan, bahwa darah Anak Domba tanpa cela harus tertumpah (Yesaya Yes. 53:3-5). Sebab tanpa penumpahan darah, tidak ada penebusan (Ibrani 9:22). Dengan demikian jelas bahwa Kristus menebus dengan darah yang kudus dan begitu mahal.
Sebenarnya yang harus disalib dan menerima murka Allah adalah kita. Murka Allah seharusnya tetap ditanggung oleh kita. Seharusnya kitalah yang menerima kematian kekal. Namun Allah mengasihi kita sehingga Allah sendiri yang menanggung hukuman. Hukuman yang seharusnya kita terima, telah ditimpakan kepada Tuhan Yesus. Karena Allah itu kasih dan adil secara bersamaan. Maka Tuhan Yesus mati untuk menggantikan kita di kayu salib. Kita mengetahui bersama bahwa darah yang mahal telah dicurahkan untuk kita yang berdosa. Oleh karena itu jangan sia-siakan darah yang telah tertumpah untuk kita. Baiklah bersama kita menjadi pembawa damai, pengampun, dan pembawa kebaikan bagi sesama. Sebab kita ini adalah umat tebusan, yang telah ditebus dengan darah yang mahal; darah-Nya Tuhan Yesus.

Kamis, 06 Februari 2014

Berkat Kesetiaan Kepada Tuhan



Do not be stiff-necked, as your fathers were; submit to the Lord. Come to the sanctuary, which he has consecrated forever. Serve the Lord your God, so that his fierce anger will turn away from you. If you return to the Lord, then your brothers and your children will be shown compassion by their captors and will come back to his land, for the Lord your God is gracious and compassionate. He will not turn his face from you if you return to him (2 Chronicles 30: 8-9)
“..Janganlah tegar-tengkuk sebagaimana nenek moyangmu dulu; tunduklah kepada TUHAN. Datanglah ke altar dekat  mezbah  (tempat  yang telah dikuduskan-Nya). Layanilah TUHAN, supaya kedahsyatan murka Allah undur dari padamu. Karena bilamana kamu kembali kepada Tuhan, maka saudara-saudaramu dan anak-anakmu akan mendapat belas kasihan dari orang-orang yang menawan mereka, sehingga mereka kembali ke negerinya, sebab Tuhan Allahmu pengasih dan penyayang; ia tidak akan memalingkan wajah-Nya dari pada kamu, bilamana kamu kembali kepadanya.” (2 Taw. 30:8-9)

Teryata budaya tegar tengkuk sudah mendarah daging pada bangsa Israel pada zaman Hiskia. Bangsa Israel ada yang menyembah berhala, bahkan mendirikan mezbah untuk berhala-berhala mereka di wilayah kerajaan Israel. Padahal, bangsa Israel sudah diakui sebagai bangsa yang dikasihi oleh Allah. Kemungkinan, bangsa Israel telah lupa bahwa Allah Abraham, Ishak dan Yakub telah melepaskan nenek moyang mereka dari perbudakan ditanah Mesir dan memberi mereka tanah Kanaan yang subur serta melimpah susu dan madunya. Bangsa Israel telah terlena dengan kenikmatan duniawi pada masa itu, sehingga berubah menjadi tidak setia kepada Allah. Sebentar setia dan sebentar lagi tidak setia…
Yang menjadi pertanyaannya adalah: ”Bagaimana dengan kehidupan kita? Masihkah kita berlaku setia?”

Kita telah berada di dunia yang menawarkan banyak kenikmatan instan, namun yang ujungnya membawa kepada maut. Perselingkuhan, korupsi, narkoba, free sex, dunia gemerlap, dll. Hal-hal demikian dapat menjadi berhala-berhala modern, sehingga mulai membuat orang sulit untuk percaya kepada janji firman Tuhan. Orang percaya dulunya berkata: “Tuhan Engkaulah segalanya di dalam hidupku”, namun ketika terhanyut oleh nikmatnya dunia, mulailah ia berkata: “uang adalah segalanya bagiku”, sehingga sulit untuk pergi beribadah kepada Tuhan, atau mungkin beribadah tetapi dijadikan sebagai syarat sebagai orang Kristen. Di tengah dunia yang sedemikian ini…masihkah kita menjadi orang percaya yang setia?

Pada waktu itu bangsa Israel diingatkan kembali oleh TUHAN melalui Hizkia. Hizkia yang tulus dan takut akan Tuhan Allah. Hizkia yang tetap berada di dalam anugerah Tuhan meskipun,  bangsanya berada di luar Tuhan. Namun saat ini firman Tuhan yang kekal dan relevan dari dahulu sampai sekarang, kembali mengingatkan supaya kita tidak tegar tengkuk-keras kepala. Lawan dari tegar tengkuk adalah tetap setia kepada Allah. Tetap setia kepada Allah meskipun dunia mengatakan “rugi bila mengikut Kristus”, tetap setia meskipun ujian besar dan tertekan. Intinya adalah tetap setia karena ada berkat di dalamnya. Firman Tuhan mengajarkan: TUHAN Allah menyediakan berkat bagi setiap orang yang tidak tegar tengkuk atau setia kepada-Nya.

Sebelum kita menyelidiki apa berkat bagi orang yang setia kepada Allah, terlebih dahulu kita mau mengerti…seperti apakah yang dinamakan tetap setia kepada Allah? Mari kita bersama belajar dan membuka hati untuk diajar firman Tuhan.
Bukti bahwa seseorang memiliki kesetiaan kepada Allah adalah:

1.     Menyerah kepada Allah;….Serahkanlah dirimu kepada TUHAN-
Dalam hal ini kata serahkanlah berarti “perintah” yang tak dapat ditawar lagi. Dalam terjemahan NIV: submit berarti menyerah, tunduk, taat, tanpa ada gerutu yang keluar dari mulut. Sebagaimana tawanan perang yang telah kalah dan siap diperintah untuk melakukan apapun, tidak ada pemberontakan lagi. Sebab di luar Tuhan, kita hanya berada di dalam  maut. Hanya ada pilihan, ikuti perintah atau mati; hidup kekal atau  neraka. Sebagimana ikan akan menderita, bila berada di luar kolam, demikianlah kehidupan kita bila berada di luar Tuhan.
Kekasih Tuhan, firman Tuhan itu transrasional dan dapat diinsafi melalui iman. Tekadang ada dalih yang muncul untuk menyalahkan Tuhan dan mencoba untuk keluar dari kebaikan Tuhan, ketika firman Tuhan yang berupa perintah atau janji tidak sesuai dengan jalan pemikiran kita. Kita maunya Tuhan bekerja menurut cara kita, kita tidak bertanya, namun memaksa, seolah-olah cara kita lebih hebat sekaligus logis tur realistis, dan nylekuthis. Inilah penyebab bangsa Israel sulit untuk menikmati janji Tuhan.

Zaman sekarang anak muda, bahkan orang tua beranggapan bahwa - free sex  tidak ada masalah yang penting tidak hamil. Korupsi tidak apa-apa yang penting anakku makan. Narkoba tidak apa-apa yang penting enjoy. Selingkuh tidak apa-apa yang penting tidak ketahuan. Firman Tuhan sudah mulai dikompromikan dengan dosa…apakah menurut kita hal itu benar? Ya…hal itu benar…tetapi benar-benar menyakitkan hati Allah. Kekasih Tuhan, pernahkah kita mencoba lari dari Tuhan…? Namun yang kita dapati adalah ketidakbahagiaan?

Memang Tuhan Allah memberikan kasih karunia sehingga dosa kita diampuni, namun apakah itu merupakan kesempatan bagi kita untuk berbuat dosa lebih banyak lagi? Ingatlah! Bila kita tidak menginginkan hidup kita sia-sia, maka janganlah kita menyia-nyiakan kasih karunia Allah. Kita akan menyesal bila terus-menerus berbuat dosa tanpa menghiraukan untuk menyerah kepada Allah. Kita akan menyesal bila tidak menyerah kepada Allah. Kekasih Tuhan, firman Tuhan jelas dan tegas, tak ada manipulasi. Menyerahlah tanpa syarat kepada Tuhan, jangan ada pemberontakan lagi. Alkitab mengingatkan anda, seolah-olah anda berada di dalam gedung bertingkat yang sebentar lagi akan runtuh dalam hitungan detik, menyingkirlah! Anda yang berada dalam kubangan lumpur dosa keluarlah! Jangan tawar-menawar dengan dosa! Firman Tuhan membuat anda bahagia, bukan celaka! Allah sangat mengasihi Anda, apapun keadaan Anda saat ini. Tuhan Allah tidak mau anda hancur oleh dosa! Allah mengasihi Anda, Dia tidak membuang orang yang datang padanya dengan hati yang hancur… Serahkanlah dirimu kepada Allah, minta ampun pada-Nya …renungkan firman Tuhan…baca  Alkitab setiap hari…berdoalah dan taatilah! Itulah yang namanya menyerah kepada Allah.

2. Beribadah Kepada Allah Yang Benar;….Datanglah ke altar dekat  mezbah  (tempat  yang telah dikuduskan-Nya).
Ciri kedua, orang yang setia kepada Allah adalah rindu beribadah kepada Allah Yang Benar. Bangsa Israel di ingatkan, supaya datang beribadah hanya kepada Allah Abraham, ishak, dan yakub. Mengapa? Karena beribadah kepada Allah adalah penting bagi kehidupan kita di dunia yang jahat dan keras ini. Tanpa beribadah kepada Tuhan Allah, kita tidak dapat mengenal Allah. Tanpa beribadah kepada Allah kita akan menjadi orang yang menyedihkan. Tanpa beribadah kepada Allah, kita akan merasa bahwa dosa itu nikmat. Tanpa beribadah kepada Allah kita akan tertawa dalam kesedihan…dan pada akhirnya kita tahu, bahwa kita celaka bila tidak beribadah kepada Allah. Namun terlambat,  karena penyesalan mungkin akan terjadi ketika berada di neraka. Sebagaimana tertulis dalam kitab Lukas: ada seorang kaya yang menghabiskan masa hidupnya untuk menikmati kekayaannya, dan tidak memperdulikan Lazarus yang miskin, ia tidak mengenal Allah Abraham, Ishak, dan Yakub; ia tidak sungguh-sungguh beribadah kepada Allah. Sehingga ketika mati, orang kaya itu sangat menyesal karena ia sedang merasakan kengerian yang luar biasa di neraka.
Saudara, bila saat ini kita masih hidup, berarti Allah masih bersabar terhadap kita. Allah menunggu pertobatan kita. Mengapa Allah masih mengingatkan bangsa Israel supaya beribadah hanya kepada-Nya? Jawabnya adalah: Allah mengasihi bangsa Israel, Allah masih bersabar. Allah tetap setia pada firman-Nya.
Perhatikan, pada waktu itu, sebagian besar bangsa Israel membangun mezbah bagi baal, bukan bagi Tuhan. Mereka lebih percaya baal dari pada Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Pada waktu itu bangsa Israel memilih beribadah kepada baal daripada kepada Allah. Betapa sakitnya hati Allah? Bagaimana Allah tidak menangis dengan hal ini? Orang Kristen yang diberkati Tuhan dengan kecukupan, keberhasilan panennya, keberhasilan bisnisnya, kenaikan pangkatnya, dan keberhasilan lainnya malah melupakan Allah. Lebih asyik berkubang dalam harta daripada tenggelam dalam firman Allah saat beribadah. Firman Allah yang kita dapatkan sewaktu ibadah adalah sumber berkat, sukacita, kebahagiaan kita. Mengapa sebagian dari kita lebih suka berkubang dalam harta daripada dalam sumber kebahagiaan kita? Apakah harta adalah sumber kebahagiaan kita? Bukankah harta tanpa kebahagiaan dalam rumah tangga adalah kesia-siaan belaka? Bukankah harta tanpa kesehatan adalah duka batin? Bila kita sudah mengetahui bahwa harta tanpa kebahagiaan adalah luka batin yang menganga, mengapa kita tidak mencari kebahagiaan yang di dalamnya kita bisa menikmati harta? Saudara kekasih, sumber kebahagiaan kita hanya satu yaitu firman Allah Yang Hidup. Dari manakah kita mendapatkannya? Kita mendapatkannya ketika kita datang beribadah kepada Tuhan Yesus. Oleh karena itu jangan menyepelekan ibadah! Ibadah itu penting untuk kehidupan kita. Bukan semata-mata kehidupan rohani saja, tetapi jasmani juga diberkati! Buktinya sampai hari ini kita masih bisa hidup. Bisakah kita meremehkan kehidupan yang Tuhan berikan? Tidak bisa, buktinya dengan bebas kita bernafas tanpa membayar. Sampai2 kita diselamatkan dari mautpun tanpa memberi upah kepada Sang Penyelamat kita. Mari tetap beribadah kepada Tuhan, hari Tuhan makin mendekat, janganlah menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita. Mari kita saling mengingatkan dan saling menguatkan, supaya iman kita masih tetap terjaga sampai Tuhan Yesus datang sebagai Raja Yang Agung (Ibr. 10:37-38).

3.       Melayani Allah; “…Serve the Lord your God…”(NIV)
Kekasih Tuhan, apa sebenarnya yang terjadi dalam kehidupan bangsa Israel? Sehingga raja Hizkia menyerukan kepada seluruh bani Israel untuk melayani Allah?
Keadaan bani Israel pada waktu itu sedang menyembah berhala, dewa-dewa, baal, bahkan ada yang mendua hati; menyembah Allah dan dewa. Sehingga, secara otomatis bangsa Israel yang tersebar di berbagai wilayah sudah tidak lagi melayani Allah.
Sudah berapa banyak diantara kita yang mulai meninggalkan Allah dan tidak lagi melayani Allah? Mungkin kita kecewa terhadap pemimpin rohani yang juga masih manusia berdosa, sehingga tidak mau melayani di gereja dan parahnya tidakmau lagi datang beribadah. Seberapa banyak dari kita yang tidak lagi mau melayani Tuhan karena sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan demi mengejar uang? Ada seberapa banyak diantara kita yang meninggalkan Tuhan dan tidak mau melayani Tuhan karena perkawinan?

Sebagai umat Allah yang telah mengaku percaya kepada Tuhan Yesus, marilah bersama kita setia kepada Allah. Apapun masalah yang kita hadapi, tetaplah setia kepada-Nya. Teruslah berserah kepada Allah, tetaplah beribadah kepada-Nya, dan sedialah untuk melayani-Nya. Karena Tuhan Yesus sendiri berjanji bahwa orang yang setia sampai akhir akan mendapatkan berkat kemuliaan dari Tuhan sendiri.

Say No to Divorce !

If we pay attention to the divorce statistics in Indonesia, we may be interested in the facts. According to data from the Director General o...