Penyelesaian
dan Akibatnya
Setelah mengetahui
masalah tersebut, akhirnya majelis mengadakan kunjungan dan klarifikasi dengan
Pak To. Dalam beberapa kunjungan dan klarifikasi oleh majelis, akhirnya membuat
Pak To mengakui kesalahannya dan sebenarnya bersedia untuk mengembalikan uang
yang dikorupsi kepada gereja. Namun, setelah ada pengakuan atas kesalahan
beliau, ada beberapa anggota majelis (termasuk sekretaris umum) yang bermaksud
memenjarakan beliau. Akhirnya timbullah konflik intern majelis dan meluas
hingga ke jemaat. Ada kubu yang berpendapat untuk menyelesaikan masalah secara
kekeluargaan, namun ada juga yang bersikeras menyelesaikan di pengadilan. Akan
tetapi ada pula jemaat yang tidak peduli dengan masalah tersebut. Akhirnya,
majelis sepakat untuk mengadakan rapat jemaat dan mencari jalan keluar terbaik.
Akan tetapi, pengambilan keputusan dilakukan secara voting sehingga memutuskan bahwa masalah korupsi tersebut dibawa ke
ranah pengadilan. Adapun pihak sinode pada waktu itu belum dapat berbuat banyak
dalam penyelesaian konflik ini. Sehingga keputusan untuk menyelesaikan konflik
di pengadilan tetap berjalan.
Keputusan tersebut
akhirnya memaksa gereja untuk membiayai jalannya proses pengadilan sampai
tuntas. Dari proses pengadilan, diputuskan bahwa Pak To harus menjalani masa
tahanan dan mengembalikan dana sekitar 300 juta. Dalam keadaan demikian,
akhirnya menimbulkan akibat kerugian yang tidak sedikit di pihak keluarga Pak
To. Mobil dan rumah beliau terpaksa di jual. Istri beliau, serta dua anaknya
yang masih berusia 10 dan 5 tahun harus meninggalkan rumah. Oleh karena Pak To
masih dipenjara, maka istrinya harus pergi bekerja sebagai TKW di Arab Saudi
sampai sekarang. Sedangkan Pak To, setelah bebas dari penjara merantau entah
kemana tanpa ada kabar berita. Bahkan sampai ketika ayahnya meninggal dunia
pada bulan Maret 2014, beliau tidak terlihat hadir dalam upacara pemakaman.
Pendapat
Penulis:
Mengupayakan
Penyelesaian Konflik Gereja Melalui Cara Kekeluargaan
Berdasarkan
data sumber konflik yang telah dipaparkan, penulis memiliki pendapat berbeda
dalam cara penyelesaian konflik. Penulis lebih memilih untuk mengupayakan
penyelesaian konflik melalui cara kekeluargaan, dengan tetap menjunjung
nilai-nilai kristiani. Dengan demikian menghindari penyelesaian masalah di
pengadilan. Sebab bagi orang Kristen, jalan keluar atas penyelesaian masalah
organisasi gerejawi ialah dengan mengedepankan kasih persaudaraan (Galatia 6:1-2;
Roma
12:21).
Apabila kasih persaudaraan dipakai sebagai landasan
dalam penyelesaian konflik, maka ada langkah-langkah yang hendaknya
diperhatikan antara lain sebagai berikut:
1.
Sebagai antisipasi,
jemaat hendaknya memilih majelis sebagai pelayan Tuhan dengan memiliki
kualifikasi yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 6:3-4 dan Titus 1:5-9. Dengan
demikian, konflik dalam organisasi gerejawi dapat diminimalisir.
2.
Mengadakan rapat intern majelis (kecuali
bendahara gereja), dengan berpegang pada penyelesaian secara kekeluargaan.
Sehingga, apapun pendapat yang mencoba untuk membawa permasalahan ke pengadilan
harus dicegah. Sebagaimana Amsal 22:10 tertulis demikian: “Usirlah si pencemooh, maka lenyaplah pertengkaran, dan
akan berhentilah perbantahan dan cemooh.”
3.
Mengadakan
pertemuan antara majelis dengan bendahara gereja. Adapun dalam pertemuan
tersebut, majelis menyampaikan kepada bendahara gereja untuk mengembalikan uang
hasil sewa yang dipakai dalam batas waktu yang disepakati dan sewajarnya. Adapun
setiap pengembalian uang hasil sewa, diumumkan secara terbuka kepada jemaat
oleh majelis gereja.
4.
Memberikan pamerdi kepada bendahara gereja dan mempersilakan
untuk mengakui kesalahan serta memohon maaf secara terbuka dihadapan jemaat.
Dengan demikian, tugas sebagai bendahara gereja di-non aktifkan.
5.
Memberikan pastoral
konseling kepada Pak To, sampai akhirnya beliau mengalami pertobatan yang benar
dan siap menjadi jemaat yang bertanggungjawab kepada Tuhan.
6.
Memberikan
bimbingan rohani kepada jemaat gereja, istri dan anak-anak dari Pak To,
sehingga jemaat serta keluarga bersedia menerima sekaligus mengampuni Pak To.
Demikianlah langkah-langkah yang penulis dapat kemukakan.
Dengan berharap bahwa gereja dapat menghindari penyelesaian masalah gerejawi
melalui pengadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar