Kamis, 26 Februari 2015

Konflik dan Penyelesaiannya (part 2)

Penyelesaian dan Akibatnya
Setelah mengetahui masalah tersebut, akhirnya majelis mengadakan kunjungan dan klarifikasi dengan Pak To. Dalam beberapa kunjungan dan klarifikasi oleh majelis, akhirnya membuat Pak To mengakui kesalahannya dan sebenarnya bersedia untuk mengembalikan uang yang dikorupsi kepada gereja. Namun, setelah ada pengakuan atas kesalahan beliau, ada beberapa anggota majelis (termasuk sekretaris umum) yang bermaksud memenjarakan beliau. Akhirnya timbullah konflik intern majelis dan meluas hingga ke jemaat. Ada kubu yang berpendapat untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, namun ada juga yang bersikeras menyelesaikan di pengadilan. Akan tetapi ada pula jemaat yang tidak peduli dengan masalah tersebut. Akhirnya, majelis sepakat untuk mengadakan rapat jemaat dan mencari jalan keluar terbaik. Akan tetapi, pengambilan keputusan dilakukan secara voting sehingga memutuskan bahwa masalah korupsi tersebut dibawa ke ranah pengadilan. Adapun pihak sinode pada waktu itu belum dapat berbuat banyak dalam penyelesaian konflik ini. Sehingga keputusan untuk menyelesaikan konflik di pengadilan tetap berjalan.
Keputusan tersebut akhirnya memaksa gereja untuk membiayai jalannya proses pengadilan sampai tuntas. Dari proses pengadilan, diputuskan bahwa Pak To harus menjalani masa tahanan dan mengembalikan dana sekitar 300 juta. Dalam keadaan demikian, akhirnya menimbulkan akibat kerugian yang tidak sedikit di pihak keluarga Pak To. Mobil dan rumah beliau terpaksa di jual. Istri beliau, serta dua anaknya yang masih berusia 10 dan 5 tahun harus meninggalkan rumah. Oleh karena Pak To masih dipenjara, maka istrinya harus pergi bekerja sebagai TKW di Arab Saudi sampai sekarang. Sedangkan Pak To, setelah bebas dari penjara merantau entah kemana tanpa ada kabar berita. Bahkan sampai ketika ayahnya meninggal dunia pada bulan Maret 2014, beliau tidak terlihat hadir dalam upacara pemakaman.

Pendapat Penulis:
Mengupayakan Penyelesaian Konflik Gereja Melalui Cara Kekeluargaan
Berdasarkan data sumber konflik yang telah dipaparkan, penulis memiliki pendapat berbeda dalam cara penyelesaian konflik. Penulis lebih memilih untuk mengupayakan penyelesaian konflik melalui cara kekeluargaan, dengan tetap menjunjung nilai-nilai kristiani. Dengan demikian menghindari penyelesaian masalah di pengadilan. Sebab bagi orang Kristen, jalan keluar atas penyelesaian masalah organisasi gerejawi ialah dengan mengedepankan kasih persaudaraan (Galatia 6:1-2; Roma 12:21).
Apabila kasih persaudaraan dipakai sebagai landasan dalam penyelesaian konflik, maka ada langkah-langkah yang hendaknya diperhatikan antara lain sebagai berikut:
1.      Sebagai antisipasi, jemaat hendaknya memilih majelis sebagai pelayan Tuhan dengan memiliki kualifikasi yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 6:3-4 dan Titus 1:5-9. Dengan demikian, konflik dalam organisasi gerejawi dapat diminimalisir.
2.      Mengadakan rapat intern majelis (kecuali bendahara gereja), dengan berpegang pada penyelesaian secara kekeluargaan. Sehingga, apapun pendapat yang mencoba untuk membawa permasalahan ke pengadilan harus dicegah. Sebagaimana Amsal 22:10 tertulis demikian: “Usirlah si pencemooh, maka lenyaplah pertengkaran, dan akan berhentilah perbantahan dan cemooh.
3.      Mengadakan pertemuan antara majelis dengan bendahara gereja. Adapun dalam pertemuan tersebut, majelis menyampaikan kepada bendahara gereja untuk mengembalikan uang hasil sewa yang dipakai dalam batas waktu yang disepakati dan sewajarnya. Adapun setiap pengembalian uang hasil sewa, diumumkan secara terbuka kepada jemaat oleh majelis gereja.
4.      Memberikan pamerdi kepada bendahara gereja dan mempersilakan untuk mengakui kesalahan serta memohon maaf secara terbuka dihadapan jemaat. Dengan demikian, tugas sebagai bendahara gereja di-non aktifkan.
5.      Memberikan pastoral konseling kepada Pak To, sampai akhirnya beliau mengalami pertobatan yang benar dan siap menjadi jemaat yang bertanggungjawab kepada Tuhan.
6.      Memberikan bimbingan rohani kepada jemaat gereja, istri dan anak-anak dari Pak To, sehingga jemaat serta keluarga bersedia menerima sekaligus mengampuni Pak To.

Demikianlah langkah-langkah yang penulis dapat kemukakan. Dengan berharap bahwa gereja dapat menghindari penyelesaian masalah gerejawi melalui pengadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Say No to Divorce !

If we pay attention to the divorce statistics in Indonesia, we may be interested in the facts. According to data from the Director General o...