Kamis, 26 Februari 2015

Pengampunan

Teks     : Matius 18:21-35


I.               Pendahuluan
Injil Matius ditulis oleh Matius murid Tuhan Yesus sekitar tahun 60-an TM. Matius sendiri lahir sebagai orang  Yahudi dan lebih dikenal sebagai “pemungut cukai”. Oleh karena panggilan dari Tuhan Yesus, maka ditinggalkannya semua keberadaan yang bersangkut paut dengan rumah cukai. Berkenaan dengan Injil yang ditulis, Matius termasuk seorang penulis Injil dan saksi yang dapat dipercaya. Sebab Matius melihat dan mengetahui peristiwa-peristiwa penting dari baptisan Yohanes sampai hari Tuhan Yesus terangkat ke sorga (Kis. 1:21-22). Secara menyeluruh, dapat diketahui bersama bahwa Injil yang ditulis oleh Matius ingin mengungkapkan serta memberitakan bahwa Tuhan Yesus Raja Mesianis. Sehingga fokus tulisannya ialah memberitakan karya dan Kerajaan sang Raja Mesianis. Hal ini dapat dicermati dari karya pelayanan, hukum dan etika Kerajaan Allah yang difirmankan oleh Tuhan Yesus. Demikian pula secara khusus pada pasal 18:1-35, dituliskan bahwa Tuhan Yesus mendidik para murid supaya rendah hati (1-5), bijaksana dalam berinteraksi dengan sesama (6-20), dan bersedia mengampuni orang yang bersalah (21-35). Apa yang difirmankan Tuhan Yesus kepada para murid ini menegaskan bahwa, warga Kerajaan Allah harus meneladani sikap sang Raja. Khususnya dalam memberikan pengampunan yang tuntas dan tanpa batas.
Akan tetapi dalam kenyataan sehari-hari, dapat ditemukan bahwa seseorang sulit sekali untuk memberikan pengampunan. Kadang ada yang hanya menahan, dan mencari waktu yang baik untuk membalas dendam. Ada pula yang hanya setengah mengampuni, mengatakan bersedia untuk mengampuni namun tidak bersedia untuk berkomunikasi sehingga hubungan menjadi jauh dari harmonis. Bahkan ada yang melampiaskan dendam bukan kepada orang yang bersalah, tetapi dengan melempar gelas atau memukul sesuatu dengan harapan dendamnya bisa reda. Namun semua usaha tersebut tentunya sia-sia. Karena tanpa menyadari akan karya Tuhan, seseorang hanya mampu menahan dendam; seperti seorang anak kecil yang menahan pipis. Di mana akhirnya selalu ada pelampiasan yang merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
Oleh karena itu, guna memperoleh pengampunan Tuhan, untuk menghindarkan keluarga dari kehancuran. Demi menyelamatkan keutuhan jemaat dari perpecahan. Maka, diperlukan sebuah kerelaan untuk mengampuni sesama.

II.            Penjelasan
Kata mengampuni dalam ayat 21, menggunakan kata aphiēmi  yang berarti membuang, mengabaikan, meninggalkan jauh di belakang. Dengan maksud, membuang, mengabaikan dan meninggalkan dendam ataupun kegeraman yang ditimbulkan oleh kesalahan sesama terhadap kita. Bila disingkat, ialah memberikan pengampunan dengan tulus tanpa sisa. Dalam ayat 21 dijelaskan bahwa Petrus memiliki pemahaman tersendiri untuk dapat mengampuni seseorang dengan tulus hanya dalam 7 kali pengampunan. Selebihnya, orang bisa membalas kejahatan dengan perlakuan setipal. Akan tetapi Tuhan Yesus menegaskan kepada setiap orang percaya, bahwa pengampunan itu diberikan kepada sesama sebanyak 70 x 7 kali (ay.22). Dapat ditafsirkan – memberikan pengampunan tanpa batas dan tuntas.

Mengapa sebagai orang percaya harus memberikan pengampunan tanpa batas dan tuntas? Ada tiga alasan, mengapa orang percaya harus mengampuni sesama tanpa batas dan tuntas. Alasan pertama yakni:
A.    Karena kita memiliki terlalu banyak kesalahan kepada Tuhan (23-25).
Dalam penjelasan ayat 23-25, dapat dipahami bahwa “hutang” sama dengan dosa atau kesalahan. Ditulis bahwa ada seorang hamba berhutang 10000 talenta. Pada umumnya satu Talenta bernilai 60 Mina atau 6000 Dirham. 1 Dinar = 2 Dirham. 1 Dinar adalah upah pekerja 1 hari (Mat. 20:2,13). Kalau upah minimal 1 hari sekarang adalah Rp. 25.000, maka 1Talenta = Rp. 75.000.000. dengan demikian, hutang hamba itu adalah Rp. 750.000.000.000.
Betapa besarnya hutang hamba tersebut. Demikian pula kita, segala yang kita perbuat pada awalnya hanyalah seumpama kain yang tidak berguna. Sehingga kita hanya menjadi pabrik dari dosa (Yesaya 64:6, Rom. 3:23).

B.     Karena Tuhan bersedia mengampuni kita (26-27)
Akan tetapi, hamba itu selamat. Ia mendapatkan pengampunan ketika ia memohon ampun kepada sang Raja. Dengan penuh penyesalan ia datang kepada sang Raja dan memohon belaskasihan. Demikian pula Allah kita, ketika kita datang kepada-Nya dengan hati yang hancur dan penuh penyesalan, Tuhan bersedia mengampuni dan memulihkan hidup kita. Sebagaimana yang dialami Daud, dan menuliskannya dalam Mazmur 32:1-7.

C.     Karena tanpa mengampuni kita tidak diampuni Tuhan (28-35)
Dalam ayat 28-34, dijelaskan bahwa ada hukuman bagi setiap orang yang tidak bersedia mengampuni. Ia akan diserahkan kepada algojo-algojo. Demikian dapat kita mengerti bahwa, ada akibat buruk yang diterima oleh setiap orang yang menolak untuk mengampuni. Bisa berupa penderiataan secara psikologis, dapat pula berupa kehancuran hidup, bahkan sakit penyakit akibat tertekan.

III.        Kesimpulan

Karena kita adalah ciptaan Allah, dan diciptakan untuk memuliakan Allah, marilah kita bersedia untuk mengampuni sesama yang memiliki kesalahan terhadap kita. Tuhan terlebih dahulu telah mengampuni kita dengan tuntas dan tulus, marilah kita menjadi seorang kristen yang mengampuni sesama kita dengan tuntas dan tulus. Pengampun itu lebih baik daripada pendendam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Say No to Divorce !

If we pay attention to the divorce statistics in Indonesia, we may be interested in the facts. According to data from the Director General o...