Teks : Matius 18:21-35
I.
Pendahuluan
Injil Matius ditulis oleh Matius murid Tuhan Yesus
sekitar tahun 60-an TM. Matius sendiri lahir sebagai orang Yahudi dan lebih dikenal sebagai “pemungut
cukai”. Oleh karena panggilan dari Tuhan Yesus, maka ditinggalkannya semua
keberadaan yang bersangkut paut dengan rumah cukai. Berkenaan dengan Injil yang
ditulis, Matius termasuk seorang penulis Injil dan saksi yang dapat dipercaya.
Sebab Matius melihat dan mengetahui peristiwa-peristiwa penting dari baptisan
Yohanes sampai hari Tuhan Yesus terangkat ke sorga (Kis. 1:21-22). Secara
menyeluruh, dapat diketahui bersama bahwa Injil yang ditulis oleh Matius ingin
mengungkapkan serta memberitakan bahwa Tuhan Yesus Raja Mesianis. Sehingga
fokus tulisannya ialah memberitakan karya dan Kerajaan sang Raja Mesianis. Hal
ini dapat dicermati dari karya pelayanan, hukum dan etika Kerajaan Allah yang
difirmankan oleh Tuhan Yesus. Demikian pula secara khusus pada pasal 18:1-35,
dituliskan bahwa Tuhan Yesus mendidik para murid supaya rendah hati (1-5),
bijaksana dalam berinteraksi dengan sesama (6-20), dan bersedia mengampuni
orang yang bersalah (21-35). Apa yang difirmankan Tuhan Yesus kepada para murid
ini menegaskan bahwa, warga Kerajaan Allah harus meneladani sikap sang Raja. Khususnya
dalam memberikan pengampunan yang tuntas dan tanpa batas.
Akan tetapi dalam kenyataan sehari-hari, dapat
ditemukan bahwa seseorang sulit sekali untuk memberikan pengampunan. Kadang ada
yang hanya menahan, dan mencari waktu yang baik untuk membalas dendam. Ada pula
yang hanya setengah mengampuni, mengatakan bersedia untuk mengampuni namun
tidak bersedia untuk berkomunikasi sehingga hubungan menjadi jauh dari
harmonis. Bahkan ada yang melampiaskan dendam bukan kepada orang yang bersalah,
tetapi dengan melempar gelas atau memukul sesuatu dengan harapan dendamnya bisa
reda. Namun semua usaha tersebut tentunya sia-sia. Karena tanpa menyadari akan
karya Tuhan, seseorang hanya mampu menahan dendam; seperti seorang anak kecil
yang menahan pipis. Di mana akhirnya selalu ada pelampiasan yang merugikan diri
sendiri ataupun orang lain.
Oleh karena itu, guna memperoleh pengampunan Tuhan,
untuk menghindarkan keluarga dari kehancuran. Demi menyelamatkan keutuhan
jemaat dari perpecahan. Maka, diperlukan sebuah kerelaan untuk mengampuni
sesama.
II.
Penjelasan
Kata mengampuni dalam
ayat 21, menggunakan kata aphiēmi yang berarti membuang, mengabaikan, meninggalkan jauh
di belakang. Dengan maksud, membuang, mengabaikan dan meninggalkan dendam
ataupun kegeraman yang ditimbulkan oleh kesalahan sesama terhadap kita. Bila
disingkat, ialah memberikan pengampunan dengan tulus tanpa sisa. Dalam ayat 21
dijelaskan bahwa Petrus memiliki pemahaman tersendiri untuk dapat mengampuni
seseorang dengan tulus hanya dalam 7 kali pengampunan. Selebihnya, orang bisa
membalas kejahatan dengan perlakuan setipal. Akan tetapi Tuhan Yesus menegaskan
kepada setiap orang percaya, bahwa pengampunan itu diberikan kepada sesama
sebanyak 70 x 7 kali (ay.22). Dapat ditafsirkan – memberikan pengampunan tanpa
batas dan tuntas.
Mengapa sebagai orang
percaya harus memberikan pengampunan tanpa batas dan tuntas? Ada tiga alasan,
mengapa orang percaya harus mengampuni sesama tanpa batas dan tuntas. Alasan
pertama yakni:
A. Karena kita memiliki terlalu
banyak kesalahan kepada Tuhan (23-25).
Dalam
penjelasan ayat 23-25, dapat dipahami bahwa “hutang” sama dengan dosa atau
kesalahan. Ditulis bahwa ada seorang hamba berhutang 10000 talenta. Pada
umumnya satu Talenta bernilai 60 Mina atau 6000 Dirham. 1 Dinar = 2 Dirham. 1
Dinar adalah upah pekerja 1 hari (Mat. 20:2,13). Kalau upah minimal 1 hari
sekarang adalah Rp. 25.000, maka 1Talenta = Rp. 75.000.000. dengan demikian,
hutang hamba itu adalah Rp. 750.000.000.000.
Betapa
besarnya hutang hamba tersebut. Demikian pula kita, segala yang kita perbuat
pada awalnya hanyalah seumpama kain yang tidak berguna. Sehingga kita hanya
menjadi pabrik dari dosa (Yesaya 64:6, Rom. 3:23).
B. Karena Tuhan bersedia
mengampuni kita (26-27)
Akan tetapi,
hamba itu selamat. Ia mendapatkan pengampunan ketika ia memohon ampun kepada
sang Raja. Dengan penuh penyesalan ia datang kepada sang Raja dan memohon
belaskasihan. Demikian pula Allah kita, ketika kita datang kepada-Nya dengan
hati yang hancur dan penuh penyesalan, Tuhan bersedia mengampuni dan memulihkan
hidup kita. Sebagaimana yang dialami Daud, dan menuliskannya dalam Mazmur
32:1-7.
C. Karena tanpa mengampuni kita
tidak diampuni Tuhan (28-35)
Dalam ayat 28-34, dijelaskan
bahwa ada hukuman bagi setiap orang yang tidak bersedia mengampuni. Ia akan
diserahkan kepada algojo-algojo. Demikian dapat kita mengerti bahwa, ada akibat
buruk yang diterima oleh setiap orang yang menolak untuk mengampuni. Bisa
berupa penderiataan secara psikologis, dapat pula berupa kehancuran hidup,
bahkan sakit penyakit akibat tertekan.
III.
Kesimpulan
Karena kita
adalah ciptaan Allah, dan diciptakan untuk memuliakan Allah, marilah kita
bersedia untuk mengampuni sesama yang memiliki kesalahan terhadap kita. Tuhan
terlebih dahulu telah mengampuni kita dengan tuntas dan tulus, marilah kita
menjadi seorang kristen yang mengampuni sesama kita dengan tuntas dan tulus.
Pengampun itu lebih baik daripada pendendam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar